Kamis, 21 April 2011

Kelapa Banyak Diekspor ke Thailand

* Harga di Pasar Lokal Naik
Sun, Mar 13th 2011, 08:58



LHOKSUKON - Buah kelapa asal Aceh ternyata sudah mulai diekspor. Negara tujuan utama adalah Thailand. Itu pulah sebabnya mengapa stok di pasar lokal menipis dan mengakibatkan harga jualnya menjadi naik.

Ketua Tim Percepatan Ekspor Melalui Pelabuhan Krueng Geukuh Aceh Utara (TP3KG), Asril Ibrahim, mengatakan, aktivitas ekspor kelapa itu sudah berlangsung sejak tiga bulan lalu. Ekspor dilakukan oleh sejumlah pengusaha asal Kabupaten Pidie, Bireuen, dan Aceh Timur. “Ini langkah awal untuk menjual komuditas pertanian Aceh ke luar negeri,” kata Asril kepada Serambi, Sabtu (12/3).

Volume ekspor per sekali pengiriman dia sebutkan mencapai 100 ton atau sekitar 100.000 butir kelapa. Thailand dia katakan, memang sedang membuka diri sebesar-besarnya untuk menerima kelapa dari Aceh. “Saat ini baru tiga daerah yang mengirim kelapa ke Thailand, yaitu Aceh Timur, Pidie, dan Bireuen. Kabupaten lainnya belum,” sebut Asril.

Kelapa yang diekspor juga harus memenuhi beberapa ketentuan, salah satunya adalah berat yang harus mencapai 1 kilogram per butir. Harga pembelian berkisar antara Rp 2.500 sampai Rp 2.800 sebutirnya. “Di Thailand, kelapa ini umumnya dibeli oleh perusahaan farmasi,” terangnya.

Asril menambahkan, saat ini ekspor masih dilakukan dengan menggunakan kapal kayu melalui Pelabuhan Langsa, Pelabuhan Idi, Aceh Timur, dan Pelabuhan Krueng Geukuh, Aceh Utara. Dia berharap volume ekspor kelapa ke depannya samakin bertambah sehingga dengan sendirinya meningkatkan harga jual kelapa dari petani.

Harga naik
Sementara itu di pasar lokal, baik Aceh Utara, Lhokseumawe serta di kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh, harga kelapa dilaporkan mengalami kenaikan. Di Aceh Utara harganya mencapai Rp 4.000 dari sebelumnya Rp 2.000 per butir.

“Sudah seminggu ini harga kelapa sangat mahal,” ucap pedagang kelapa di Keude Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, Abdullah.

Demikian juga di Banda Aceh dan Aceh Besar. Harga jualnya naik dari Rp 3.000 menjadi Rp 4.000 per butir. “Kelapa Aceh banyak yang dijual ke Medan, juga diekspor ke Thailand, sehingga jumlahnya menjadi berkurang dan menyebabkan harganya menjadi naik,” kata pedagang kelapa di Pasar Peunayong, Banda Aceh, Adam.

Kelapa-kelapa tersebut sebagian besar di pasok dari Bireuen. Menurut pedagang lainnya, Man, harga kelapa naik karena pedagang pengumpul atau pemilik kebun kelapa di Bireuen lebih banyak menjual kelapa ke Medan atau untuk diekspor.

“Saya sendiri membeli kelapa yang didatangkan dari Bireuen dengan harga beli Rp 2.400 per butir. Meski harga kelapa naik, tapi permintaan konsumen stabil, tidak terjadi penurunan,” ujar Man.(c46/ami)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 17 April 2011

Polisi Sita Dua Ton Kayu tak Bertuan

Sun, Mar 6th 2011, 09:08

LHOKSUKON - Aparat Polres Aceh Utara kembali mengamankan dua ton kayu yang diduga kuat hasil penjarahan hutan, di Desa Cot Girek, Kabupaten, Aceh Utara. Operasi penyitaan kayu yang disebut-sebut sudah lama ditumpuk oleh oknum aparat keamanan itu dipimpin langsung oleh Wakapolres Aceh Utara, Kompol Sigit Ali Ismanto, Kamis (3/3) sekitar pukul 18.00 WIB.

Kapolres Aceh Utara AKBP Farid BE melalui Kasat Reskrim AKP Erlin Tang Jaya kepada Serambi Sabtu (5/3) menyebutkan, untuk penyelidikan kasus tersebut, polisi telah memanggil karyawan PT Perkebunan Nusantara I Cot Girek yakni Suratno. “Karyawan tersebut kita panggil ke polres, untuk dimintai keterangan sebagai saksi, karena kayu tersebut berada di lokasi samping rumahnya,” kata AKP Erlin.

Menurut Kasat, berdasarkan keterangan saksi yang diperiksa, sebanyak 39 batang kayu yang diamankan tersebut milik oknum aparat keamanan yang sebelumnya bertugas Cot Girek. Berdasarkan keterangan saksi, oknum aparat tersebut kini telah pindah tugas ke wilayah lain.

“Suratno juga mengaku bahwa oknum aparat meminta dirinya untuk menjaga kayu tersebut sebulan yang lalu, dan barang bukti tersebut sudah kita amankan untuk diproses lebih lanjut,” kata Kasat Reskrim seraya menyatakan, untuk mengungkap kasus tersebut polisi akan terus melakukan penyelidikan untuk pemeriksaan saksi lain.(c37)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 07 April 2011

Ratusan Batang Sawit Dibabat Kelompok tak Dikenal

Sun, Feb 27th 2011, 09:11

LHOKSUKON - Sekelompok yang belum dikenal dilaporkan membabat ratusan batang sawit di kebun milik dua warga yang berada di Gampong Ujong Dama, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara. Aksi itu yang berlangsung Jumat (25/2) sekitar pukul 8.30 Wib itu, mengakibatkan dua warga pemilik sawit itu, yakni Syamsul Bahri (45) warga Bukit Lueng Bata dan Hamzir warga Ujong Dama, mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.

Syamsul Bahri kepada Serambi mengatakan ia bersama Hamzir telah mengadukan kasus itu kepada Keuchik Ujong Dama, juga diadukan ke Mapolsek Baktiya. Menurut dia, sedikitnya 400-an batang bibit sawit di kebun mereka yang berumur empat bulan dibabat habis. “Ketika saya datang Jumat kemarin sudah ditebas dengan parang oleh kelompok orang tidak dikenal, menurut warga melihat ada orang datang sekitar pukul 8.30 WIB,” kata Syamsul.

Sementara Kepala Desa Ujong Dama, Sulaiman (47) mengatakan, kasus pembabatan batang sawit di kebun masyarakat Ujong Dama, tidak tertutup kemungkinan terkait dengan tapal batas. Karena sebelumnya, antara desa Ujong Dama dengan Desa Bukit dara Baro dan Unit VI bersengketa mengenai tapal batas.

Atas nama masyarakat, Keuchik Sulaiman meminta kepada pihak berwajib untuk serius mengungkap, menangkap, dan memproses pelaku penebang batang sawit yang baru ditanam itu.(ib)

Sumber : Serambinews.com

Ratusan Warga Hadang Truk Galian C

Wed, Feb 23rd 2011, 09:15

LHOKSUKON - Ratusan warga dari Desa Mulieng Manyang, Mulieng Meucat dan Babah Lueng, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Selasa (22/2) sekitar pukul 10.10 WIB menghadang lima truk pengangkut galian C jenis batu gajah di kawasan tersebut. Sebab, warga khawatir jika aktivitas penambangan galian C tak dihentikan, akan memicu erosi dan banjir kawasan itu.

“Sebab mulai tahun 2010, keuchik dan tokoh masyarakat di Kemukiman Beureughang sudah sepakat tak boleh memberi izin penambangan galian C di tiga desa itu. Karena warga memanfaatkan air Krueng Mulieng untuk mengairi sawah mereka,” jelas Keuchik Mulieng Manyang, Bukhari kepada Serambi, kemarin. Sehingga, jika hal itu dibiarkan sangat berpotensi jalan di kawasan itu rusak dan menimbulkan erosi di sungai setempat.

Pada Senin (21/2) sore, lanjutnya, warga melihat satu truk membawa beko yang diduga untuk menambang kembali galian C jeni batu gajah di kawasan itu. Lalu, pagi kemarin warga langsung menuju ke lokasi untuk memastikan dugaan itu. “Ternyata memang benar bahan galian C dikawasan itu diambil lagi. Sehingga, ratusan warga dari tiga desa itu langsung menghadang lima truk yang sedang mengangkut batu gajah tersebut,” terang keuchik.

Dijelaskan, beruntung ketika warga menyampaikan hal itu kepada para sopir, mereka tak memprotesnya. Sehingga tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Dalam musyawarah dengan pihak pengangkut galian C itu, mereka mengaku tak akan melakukan lagi aktivitas galian C di kawasan itu,” terang keuchik.

Kemudian, sekitar pukul 12.00 WIB warga melepas kelima truk itu dan alat berat jenis beko dibawa pulang. “Namun, jika warga menemukan lagi ada aktivitas galian C di kawasan itu, warga akan melakukan tindakan sendiri,” ancam keuchik didampingi warganya.(c37)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 06 April 2011

Erosi Mengganas, Jalan Terancam Putus

Mon, Feb 21st 2011, 09:09


Abrasi Krueng Sawang di Kecamatan Riseh Tunong, Kecamatan Sawang Aceh Utara kian bertambah dalam setahun terakhir. Foto direkam, Jumat (19/2).SERAMBI/JAFARUDDIN

LHOKSUKON - Erosi Krueng Sawang di desa Riseh Tunong, Riseh Teungoh dan Riseh Baroh, Kecamatan Sawang, Aceh Utara dalam setahun terakhir semakin parah. Akibatnya, kini sebagian badan jalan desa di kawasan itu telah ambruk. Padahal jarak jalan dengan sungai itu sebelumnya mencapai 20-50 meter.

Amatan Serambi, kondisi terparah terjadi di desa Riseh Tunong. Selain bagian badan jalan telah ambruk, sebelumnya ratusan meter kebun warga yang ditanami seperti pinang, cokelat, dan kelapa telah ambruk ke sungai itu. Warga khawatir, jika erosi itu tidak segera ditangani, kondisinya akan semakin parah.

“Bahkan jembatan gantung yang menghubungkan Desa Riseh Tunong dengan Desa Cot Calang juga terancam ambruk. Karena jarak jembatan tersebut dengan jembatan itu hanya tinggal dua meter lagi,” kata Junaidi (30) dan Sumadi (35) warga Desa Riseh Tunong kepada Serambi, Minggu (20/2).

Menurut mereka, erosi di kawasan itu mulai terjadi sejak tiga tahun lalu. Kendati sudah disampaikan ke pihak dinas terkait agar segera ditanggulangi, tapi hingga kini belum ada realisasinya. “Karena itu kami berharap masalah itu segera ditangani. Jika tidak, jalan yang selama ini dimanfatkan sebagai jalur utama warga setempat terancam putus total,” jelas Junaidi.

Butuh tanggul
Sementara itu, warga Desa Kuala Keuretoe Timu Kecamatan Lapang, Aceh Utara meminta supaya dibangun tanggul pemecah ombak di kawasan pantai desa itu. Sebab, areal warga di desa itu sering terendam air laut, sehingga bisa mengalami gagal panen.

“Sebelumnya sawah di kawasan kami hanya bisa dimanfaatkan setahun sekali karena tak ada irigasi. Namun, kini sudah ada bantuan mesin untuk mengaliri air ke sawah, sehingga warga bisa menggarap sawah secara maksimal,” kata Keuchik Kuala Keuretoe Timu, Asnawi kepada Serambi, Minggu (20/2).

Namun, lanjut Keuchik, persoalannya warga khawatir jika belum dibangun tanggul di pinggir pantai itu air laut akan masuk lagi ke areal sawah. “Sebab jarak pinggir laut dengan sawah hanya sekitar 50 meter lagi. Biasanya, air laut masuk ke sawah pada bulan Mei dan Agustus,” jelas Asnawi

Ditambahkan, sebelumnya ketika warga sudah mulai menanam padi dan menjelang panen sering terendam air laut. Sehingga jika kondisi itu berlangsung lama bisa menyebabkan tanaman padi mati. Apalagi sebelumnya warga tak bisa mengatur jadwal tanam, karena tak ada irigasi untuk mengairi sawahnya.(c37)

Sumber : Serambinews.com

Investor Thailand Survei Lokasi Pabrik Tapioka

Sun, Feb 20th 2011, 11:00

LHOKSUKON-Investor asal Thailand, TT Agro, Sabtu (19/2) melakukan survei lokasi rencana pembangunan pabrik tepung tapioka di Kecamatan Nisam, Dewantara, dan Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara.

“Potensi pembangunan pabrik tapioka di Aceh sangat menjanjikan. Saya berniat menanam investasi di daerah ini. Tahap awal, akan kita bangun di Aceh Utara dulu,” sebut manajemen TT Agro, Sumpunt Jareanwan kepada Serambi, kemarin.

Lebih jauh dia menyebutkan, TT Agro telah memiliki 41 pabrik tapioka di wilayah Lampung, Kalimantan, dan Sulawesi di Indonesia. “Untuk daerah Indonesia lainnya, kita berpatner dengan perusahaan lokal, yaitu PT Suhaibudi. Sedangkan untuk Aceh, nanti kita bermitra dengan PT Rush A Asia Company di Banda Aceh,” ungkap Sumpunt.

Dia menyebutkan, dirinya tidak akan berjanji terlalu banyak pada Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Utara. “Saya akan evaluasi seluruh hasil survei ini, kemudian dalam waktu dekat akan kita buat rencana kerja, untuk kemudian kita buat lahan penanaman ubi sebagai bahan baku tapioka,” sebut Sumpunt.

Dia menambahkan, untuk tahap awal, akan membangun pabrik dengan kapasitas 300 ton per hari, luas lahan penanaman ubi 1.500 hektare. Sementara itu, Direktur PT Rush A Asia Company, Dr Ramli Hasan menyebutkan perusahaannya sudah siap bermitra dengan TT Agro. “Kami sudah bertemu dengan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf soal rencana pembangunan pabrik ini. Gubernur menyambut baik rencana TT Agro. Gubernur bahkan meminta agar dibuat pabrik tapioka lebih banyak lagi di Aceh,” ujar Dr Ramli.

Ramli menyebutkan, setelah pabrik di Aceh Utara beridiri, pihaknya berencana mendirikan pabrik serupa di Aceh Jaya, dan Aceh Besar. “Semoga semua rencana berjalan dengan baik, dan harap dukungan dari masyarakat,” pungkas Dr Ramli.(c46)

Sumber : Serambinews.com