Minggu, 21 November 2010

Limbah Pabrik Harusnya tak Mencemari Sungai

Mon, Nov 22nd 2010, 09:35

Masyarakat yang bermukim di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Krueng Peutoe, mulai dari Kecamatan Cot Girek hingga Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, Sabtu (20/11) sore, dipanikkan oleh perubahan warna dan bau air Sungai Peutoe, serta banyaknya ikan yang mati mengapung. Masyarakat meyakini, air sungai itu sudah tercemar limbah pabrik pengolahan kelapa sawit.

Masyarakat baru menyadari air sungai tersebut sudah tercemar justru ketika hendak mandi sore di sungai. Mereka kaget karena warna airnya berubah menjadi kehitam-hitaman, berminyak agak kuning, dan baunya khas, mirip bau yang tercium ketika terjadi pencemaran oleh limbah pabrik sawit beberapa waktu lalu di sungai yang sama.

Keuchik Meunasah Tuha, Kecamatan Lhoksukon, M Kasyah Abdurrahman mengatakan, setelah mendapat laporan dari warganya, dia langsung memastikan ke sungai. Ternyata benar, bahkan sebagian besar warganya ikut mengumpulkan ikan yang mati mengapung di permukaan air akibat tercemar limbah.

Secara ekologis, tampaknya sudah cukup syarat untuk menyimpulkan bahwa benar Krueng Peutoe memang tercemar. Bahwa ada zat polutan yang masuk dalam jumlah besar ke sungai, sehingga mengubah warna dan aroma air sungai tersebut. Indikasi lain, ikan sungai yang habibatnya memang di sungai, justru ditemukan mati mengapung dalam jumlah massif.

Jika ditelisik lebih jauh, misalnya, dengan mengambil sampel air yang diduga tercemar itu, lalu diperiksa di laboratorium independen, mungkin saja bukan cuma ikan yang ikut mati. Tetapi juga jasad-jasad renik atau mikroorganisme lainnya yang seharusnya hidup aman dan nyaman apabila air sungai dalam kondisi normal.

Lebih jauh ini, fungsi hidrologis sungai tersebut mungkin saja sudah terganggu, karena masuknya zat polutan yang berkategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Tapi jangan cepat-cepat menuding bahwa limbah tersebut memang disebabkan limbah Pabrik Kelapa Sawit Cot Girek. Soalnya, seperti dikatakan asisten pengolahan pabrik tersebut, M Yacob, selama ini pabrik tersebut tidak membuang limbah ke sungai. Apalagi selama ini pabrik kelapa sawit tersebut sudah kurang beroperasi karena produksi tandan buah segar mulai berkurang.

Apa yang dikatakan M Yacob tersebut bisa saja pembelaan dirinya, mengatasnamakan pabrik sawit tempat ia bekerja. Oleh karenanya, agar kita tidak terjebak pada polemik panjang, maka Pemkab haruslah segera memerintahkan Kepala Badan Lingkungan Hidup Aceh Utara untuk menyelidiki dan memeriksa sampel air sungai untuk memastikan zat polutan apa yang sebetulnya sudah mencemari sungai tersebut dan pihak mana yang menyebabkannya.

Bila semuanya sudah jelas, pihak pencemar harus dimintai pertanggungjawaban perdata dan diproses secara hukum berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di era modern ini, seharusnyalah berbagai masalah kita selesaikan dengan hukum yang berlaku. Jangan main hakim sendiri.

sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar